
mostmetro.net – Pada 15 September 2008, dunia keuangan mengalami salah satu peristiwa paling mengguncang yang pernah ada. Lehman Brothers, sebuah bank investasi global yang berusia lebih dari 150 tahun, mengumumkan kebangkrutan yang mengejutkan seluruh dunia. Kejatuhan Lehman Brothers bukan hanya mengakhiri perjalanan salah satu institusi keuangan terbesar dan tertua di Amerika Serikat, tetapi juga memicu krisis keuangan global yang menghancurkan perekonomian banyak negara. Artikel ini akan membahas secara mendalam penyebab, jalannya tragedi Lehman Brothers, serta dampak luas yang ditinggalkan oleh kebangkrutan tersebut.
Baca Juga: Lisa BLACKPINK: Bintang Global yang Mengguncang Dunia K-Pop
Sejarah Singkat Lehman Brothers
Lehman Brothers didirikan pada tahun 1850 oleh Henry Lehman dan dua saudara laki-lakinya, Emmanuel dan Mayer, di Montgomery, Alabama. Pada awalnya, mereka beroperasi sebagai pedagang barang dan bahan baku, tetapi kemudian berkembang menjadi bank investasi. Lehman Brothers menjadi salah satu nama besar di dunia finansial, terutama setelah beralih ke investasi di pasar modal, perbankan investasi, dan perdagangan sekuritas pada abad ke-20. Pada puncaknya, Lehman Brothers adalah salah satu bank investasi terbesar di dunia, dengan lebih dari 25.000 karyawan dan kantor cabang di seluruh dunia.
Namun, meskipun memiliki sejarah panjang dan pengaruh yang besar di pasar keuangan, Lehman Brothers mulai terjerumus dalam risiko besar yang akhirnya menuntunnya pada kehancuran.
Baca Juga: Michael Jordan: Ikon Sepak Bola Basket Dunia
Penyebab Kejatuhan Lehman Brothers
1. Krisis Subprime Mortgage dan Pembiayaan yang Berlebihan
Salah satu faktor utama yang menyebabkan kebangkrutan Lehman Brothers adalah krisis subprime mortgage yang melanda Amerika Serikat pada tahun 2007 hingga 2008. Subprime mortgage adalah pinjaman perumahan yang diberikan kepada peminjam dengan riwayat kredit buruk atau risiko pembayaran yang lebih tinggi. Untuk memitigasi risiko ini, banyak bank, termasuk Lehman Brothers, mulai melakukan investasi besar-besaran dalam sekuritas berbasis hipotek yang terkait dengan pinjaman ini.
Lehman Brothers tidak hanya terlibat dalam pemberian hipotek subprime, tetapi juga melakukan pembelian sekuritas berbasis hipotek yang sangat berisiko. Sekuritas ini, yang dikenal dengan nama mortgage-backed securities (MBS) dan collateralized debt obligations (CDOs), menjadi sangat populer di pasar keuangan global. Lehman menginvestasikan dana besar dalam produk keuangan yang berbasis pada hipotek subprime yang sangat rentan terhadap penurunan nilai, terutama ketika harga properti di AS mulai turun tajam.
2. Penggunaan Leverage yang Tinggi
Lehman Brothers mengoperasikan bisnis dengan menggunakan tingkat leverage yang sangat tinggi. Leverage adalah penggunaan utang untuk memperbesar potensi keuntungan. Meskipun leverage dapat meningkatkan keuntungan selama pasar bergerak naik, hal ini juga meningkatkan risiko kerugian besar saat pasar bergerak turun. Pada puncaknya, Lehman Brothers memiliki rasio leverage sekitar 30 banding 1, yang berarti untuk setiap $1 ekuitas, mereka memiliki $30 utang. Ketika harga properti turun dan nilai sekuritas berbasis hipotek yang dimiliki Lehman Brothers mulai anjlok, perusahaan ini tidak memiliki cadangan yang cukup untuk menutup kerugian yang terus menggelembung.
3. Ketergantungan pada Pembiayaan Jangka Pendek
Lehman Brothers juga sangat bergantung pada pembiayaan jangka pendek untuk mendanai operasi dan investasi mereka. Mereka sering kali mendapatkan dana dari pasar uang dalam bentuk repo transactions (repurchase agreements), di mana mereka meminjam uang dengan menjual sekuritas kepada investor dengan janji untuk membeli kembali dalam waktu singkat. Pada puncaknya, mereka memiliki utang jangka pendek yang sangat besar. Ketika pasar mulai terguncang pada tahun 2008, kredibilitas Lehman mulai dipertanyakan, dan mereka kesulitan untuk mendapatkan pembiayaan kembali dari pasar uang.
4. Kurangnya Dukungan dari Pemerintah
Pada saat Lehman Brothers berada di ambang kebangkrutan, beberapa pihak berharap bahwa pemerintah Amerika Serikat akan melakukan intervensi untuk menyelamatkan perusahaan tersebut, sebagaimana yang dilakukan untuk Bear Stearns beberapa bulan sebelumnya. Namun, pemerintah AS, melalui Departemen Keuangan dan Federal Reserve, memutuskan untuk tidak memberikan bantuan keuangan kepada Lehman Brothers, dengan alasan bahwa mereka ingin membiarkan pasar mengatur dirinya sendiri dan tidak menciptakan preseden untuk penyelamatan bank besar lainnya.
Keputusan ini terbukti menjadi titik balik, karena tidak adanya bailout menyebabkan kepercayaan terhadap sektor keuangan runtuh, dan dampaknya dirasakan di seluruh dunia.
Baca Juga: Irish Bella: Perjalanan Karier dan Kehidupan Pribadi
Kebangkrutan dan Dampaknya

Pada 15 September 2008, Lehman Brothers mengajukan permohonan kebangkrutan di pengadilan AS, dengan total utang sekitar $639 miliar dan aset sebesar $639 miliar. Kebangkrutan ini langsung mengguncang pasar finansial global, memicu kepanikan di seluruh dunia. Banyak bank dan lembaga keuangan lainnya yang terlibat dalam transaksi dengan Lehman Brothers terpaksa mencatat kerugian besar.
1. Krisis Keuangan Global
Kebangkrutan Lehman Brothers memicu krisis keuangan global yang berlangsung hingga 2009 dan menyebabkan resesi ekonomi global yang dalam. Pasar saham anjlok, nilai mata uang turun, dan ribuan orang kehilangan pekerjaan. Di seluruh dunia, banyak bank dan lembaga keuangan lain yang terpaksa melakukan restrukturisasi atau menerima bantuan pemerintah. Indeks Dow Jones dan S&P 500 turun tajam, sementara harga properti merosot di banyak negara, menciptakan ketidakpastian ekonomi yang meluas.
2. Dampak pada Sektor Perbankan
Kejatuhan Lehman Brothers memberikan dampak besar pada sektor perbankan. Banyak bank besar yang memiliki eksposur terhadap Lehman, baik melalui pembelian sekuritas berbasis hipotek yang dijamin Lehman atau melalui transaksi lainnya, mengalami kerugian besar. Bank-bank besar di Eropa, seperti Royal Bank of Scotland dan Deutsche Bank, juga terkena dampak negatif. Hal ini menyebabkan kekhawatiran sistemik tentang keberlanjutan stabilitas sistem keuangan global.
3. Pengetatan Kredit dan Krisis Likuiditas
Akibat kebangkrutan Lehman, bank-bank menjadi lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman. Hal ini menyebabkan pengetatan kredit, di mana perusahaan dan individu kesulitan untuk memperoleh pembiayaan. Krisis likuiditas ini memperburuk kondisi ekonomi dan menyebabkan kontraksi ekonomi yang lebih dalam di banyak negara.
Baca Juga: Jefri Nichol: Aktor Berbakat yang Menyita Perhatian Industri Film Indonesia
Reaksi Pemerintah dan Penyelamatan Lembaga Keuangan
Setelah kejatuhan Lehman Brothers, pemerintah AS dan bank sentral di seluruh dunia terpaksa turun tangan untuk menstabilkan sistem keuangan. Pemerintah AS menyelamatkan institusi keuangan besar lainnya, seperti AIG, dan meluncurkan paket stimulus besar untuk memulihkan ekonomi. Federal Reserve juga memangkas suku bunga dan meluncurkan program pembelian aset untuk menyediakan likuiditas kepada pasar.
Di Eropa, negara-negara seperti Inggris dan Jerman juga memberikan bantuan kepada bank-bank yang terancam gulung tikar. Meskipun demikian, kebijakan penyelamatan ini memunculkan kontroversi mengenai moral hazard dan ketimpangan distribusi kekayaan.
Kesimpulan: Pelajaran dari Tragedi Lehman Brothers
Kebangkrutan Lehman Brothers merupakan peringatan tentang pentingnya pengelolaan risiko dan kewaspadaan dalam sektor keuangan. Kejatuhan raksasa ini menunjukkan bagaimana kebijakan pinjaman yang sembrono, penggunaan leverage yang berlebihan, dan ketergantungan pada pembiayaan jangka pendek dapat mengancam stabilitas ekonomi global. Selain itu, keputusan untuk tidak menyelamatkan Lehman menggarisbawahi tantangan dalam mengatur risiko sistemik di pasar keuangan global.
Setelah tragedi ini, dunia keuangan dan regulator mulai memperkenalkan peraturan yang lebih ketat untuk mencegah terulangnya krisis serupa, seperti peningkatan modal bank dan pengawasan yang lebih ketat terhadap produk keuangan derivatif. Meskipun dunia keuangan perlahan pulih dari dampak krisis ini, tragedi Lehman Brothers tetap menjadi pengingat akan bahaya krisis keuangan yang dapat terjadi jika pengelolaan risiko tidak dilakukan dengan hati-hati.